(Tulisan ini saya buat dalam rangka menjelang hari sumpah pemuda, bohong deh, ini tugas kuliah kok..)
Seiring
dengan berjalannya waktu, saya semakin menyadari bahwa pelajaran yang selama
ini saya anggap paling mudah ternyata merupakan pelajaran yang paling sulit,
yaitu bahasa Indonesia. Kuliah di fakultas ilmu komunikasi, apalagi berfokus
pada jurusan jurnalistik tentunya semakin mendekatkan saya dengan sesuatu
bernama “bahasa”. Sulit bagi saya untuk membuat sebuah tulisan menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar, contohnya adalah ketika saya menulis
tulisan ini. Saat saya membuat tugas ini, berkali-kali saya tersendak karena
memikirkan EYD, tanda baca, penggunaan huruf kapital, tanda baca, keefektifan
kalimat, dan lainnya. Tidak semudah saat saya menulis di blog mengenai apa saja yang ada di kepala saya tanpa memikirkan
tatanan bahasa. Hal ini tidak terlepas dengan perkembangan jaman, dimana saat
ini penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin mendekati kepunahan, bahasa-bahasa asing kini lebih
sering digunakan karena dianggap lebih berkelas, penggunaan singkatan kata
mulai dari kata-kata yang umum sampai yang tidak umum semakin banyak, belum
lagi muncul istilah-istilah juga kata-kata baru yang tidak ada dalam KBBI.
Terkadang
saya berpikir, mengapa wartawan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, bukankah yang terpenting adalah masyarakat bisa mengetahui apa
maksud informasi yang disampaikan? Bukankah sebaiknya wartawan mengikuti bahasa
seiring dengan jaman dan era nya? Banyak sekali pertanyaan yang bertentangan
dengan “Wartawan dan Bahasa” dalam otak saya. Saya membayangkan bila kelak
nanti saya menjadi wartawan, bisa-bisa tulisan saya tidak akan selesai
berjam-jam hanya untuk memikirkan tanda baca dan teman-temannya. Namun
belakangan ini, pikiran saya mulai terbuka, saya sadar bahwa tugas wartawan
bukan hanya sekedar menyampaikan informasi kepada masyarakat, melainkan ibarat
seorang guru, yakni mencerdaskan masyarakat. Hanya mediumnya saja yang berbeda,
guru mencerdaskan murid dengan cara mengajar di sekolah, sementara wartawan
mencerdaskan pembaca melalui karya-karya yang ditulis di media massa. Bila
terus dicekoki dengan bahasa Indonesia yang tidak baik dan benar, bagaimana
pembaca bisa menjadi masyarakat yang cerdas? Apalagi masyarakat yang awam
bahasa, dan menerima mentah-mentah bahasa yang ditulis wartawan tanpa
mengkritisinya, hal itu tidak akan membuat pembaca menjadi pembaca yang cerdas.
Itulah sebabnya sebagai calon wartawan yang baik, saya perlu untuk memperbaiki
kualitas bahasa yang saya gunakan agar saya menjadi orang yang berkompeten
nanti. Coba kita bayangkan, bila setiap wartawan pada jamannya membuat tulisan
dengan bahasa yang sedang popular pada jaman tersebut, akan fatal bukan?
Tulisan yang dibuat dengan bahasa pada era tersebut tidak akan dimengerti oleh
pembaca di masa mendatang , tulisan itu sifatnya tahan lama dan dapat dibaca
dari satu generasi ke generasi selanjutnya, jadi bahasa Indonesia yang baik dan
benar menjadi penting adanya.
Saya
mempunyai pandangan bahwa kekuatan sebuah media massa terletak pada bahasanya. Coba
kita perhatikan media massa yang ada di sekeliling kita, baik itu koran,
majalah, siaran radio, maupun stasiun televisi. Bacaan dan tayangan yang kita
anggap berkualitas pasti menggunakan bahasa yang berkualitas juga, bandingkan
dengan penggunaan bahasa pada media-media yang biasa kita sebut “abal-abal,”
terlihat bedanya bukan? Wartawan dengan kemampuan berbahasa yang mahir dan
cerdas, akan menentukan kualitas medianya. Pembaca yang cerdas, memerlukan media
massa yang berkualitas. Hal ini juga memotivasi saya untuk terus belajar
menulis dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, supaya kelak saya bisa
berkontribusi di media-media yang berkualitas tinggi.
Pemilihan
kata juga merupakan hal yang penting bagi wartawan dalam menulis sebuah berita,
pilihan kata yang tepat bisa membangkitkan emosi pembaca juga membangun opini
yang baik, sementara pemilihan kata yang sembrono bisa menimbulkan reaksi yang
tidak diharapkan juga opini buruk pembaca, bahkan bisa menjatuhkan reputasi
dari media yang bersangkutan. Akan ada kepuasan tersendiri bagi seorang
wartawan bila tulisan yang dibuatnya bisa menyentuh pikiran dan hati pembaca,
dibandingkan hanya membuat tulisan sebagai sebuah tugas yang tidak memberikan
dampak apa-apa bagi yang membacanya.
Banyak
wartawan yang berdalih tidak penting menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar, namun itu sebenarnya merupakan cerminan ketidaktahuan mereka akan bahasa
nasional mereka sendiri. Sebagai generasi penerus, marilah kita lestarikan
bahasa Indonesia, bahasa yang mempersatukan negara kita. Bagaimana caranya?
Teruslah belajar Bahasa Indonesia dan gunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar sesuai dengan situasi dan tempat.
Kami poetera dan poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.